Pernahkah Anda merasa bahwa kebahagiaan sejati hanya bisa didapatkan dengan memiliki segalanya? Apakah kekayaan materi dan prestasi menjadi penentu utama kebahagiaan Anda? Namun, benarkah kekayaan dan kesuksesan mutlak akan membawa kebahagiaan yang abadi? Dalam kutipan dari Lukas 6:20, Yesus menawarkan pandangan yang berbeda tentang kebahagiaan yang sejati.
Kebahagiaan Mereka yang Miskin
Dalam Lukas 6:20, Yesus memandang murid-murid-Nya dengan penuh kasih sayang saat Ia mengatakan, "Berbahagialah, hai kamu yang miskin, karena kamulah yang empunya Kerajaan Allah." Kata "berbahagia" di sini tidak hanya berarti merasa senang atau gembira sesaat, tetapi merupakan kebahagiaan yang mendalam dan abadi. Ini adalah kunci kebahagiaan sejati yang diberikan langsung oleh Sang Pencipta.
Makna "Miskin" dalam Konteks Ini
Namun, apa arti menjadi "miskin" dalam konteks ini? Miskin yang dimaksud oleh Yesus bukanlah tentang kekurangan materi belaka, melainkan sikap hati dan pikiran yang merendahkan diri di hadapan Allah. Orang yang miskin di hadapan Allah menyadari bahwa tidak ada yang dapat mereka banggakan atau klaim sebagai hasil usaha mereka sendiri. Mereka tidak terjebak dalam kebanggaan akan prestasi rohani atau jasmani yang mereka miliki. Sebagai contoh, Yesus menggambarkan orang Farisi dalam Lukas 18:11-12 yang berdoa dengan kesombongan, memuji dirinya sendiri, dan merasa lebih baik daripada orang lain. Mereka tidak menyadari bahwa kebenaran yang sejati dan kebahagiaan sejati hanya dapat ditemukan dalam kerendahan hati di hadapan Allah.
Kehidupan Rohani yang Selalu Berkembang
Orang yang miskin di hadapan Allah juga menyadari bahwa kehidupan rohani tidaklah hanya tentang mencapai suatu titik tertentu, seperti saat dibaptis, menjadi anggota gereja, atau memiliki kartu identitas Kristen. Mereka tidak puas dengan prestasi atau pencapaian yang mereka miliki, karena mereka menyadari bahwa kerohanian mereka selalu membutuhkan penyempurnaan. Meskipun telah bertahun-tahun beribadah, rajin membaca Alkitab, dan mengikuti khotbah-khotbah, mereka tidak pernah merasa cukup dalam pertumbuhan rohani. Namun, jangan salah mengartikan sikap ini. Bukan berarti mereka merasa tidak layak atau tidak berharga di hadapan Allah. Sebaliknya, mereka menyadari bahwa kerendahan hati dan kerinduan untuk terus tumbuh dalam persekutuan dengan-Nya adalah kunci untuk memiliki Kerajaan Allah di dalam hidup mereka.
Janji Kebahagiaan Sejati
Dalam Matius 5:3, Yesus juga mengatakan, "Berbahagialah orang yang miskin di hadapan Allah, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga." Inilah janji yang menakjubkan. Orang yang miskin di hadapan Allah, yang tidak bergantung pada kekayaan atau prestasi, akan memiliki bagian dalam Kerajaan Allah. Mereka akan mengalami kebahagiaan sejati yang hanya dapat ditemukan dalam hubungan intim dengan Sang Pencipta.
Menggapai Kebahagiaan Sejati
Bagi kita pria paruh baya pejuang keluarga, masa-masa ini seringkali diisi dengan tekanan untuk mencapai kesuksesan dan memiliki segalanya. Namun, pesan Yesus tentang kebahagiaan yang sejati mengajarkan kita untuk melepaskan kesombongan, kebanggaan, dan kebutuhan akan pujian manusia. Ia mengajak kita untuk merendahkan hati, mengakui keterbatasan kita, dan mempercayakan hidup kita sepenuhnya kepada-Nya.
Kesimpulan
Mari kita renungkan kembali kata-kata Yesus dalam Lukas 6:20, "Berbahagialah, hai kamu yang miskin, karena kamulah yang empunya Kerajaan Allah." Kehidupan yang bahagia sejati tidak tergantung pada harta atau prestasi yang kita miliki, tetapi pada hubungan yang kita bangun dengan Allah dan kesediaan kita untuk merendahkan diri di hadapan-Nya. Dalam Kerajaan Allah, kita akan menemukan kebahagiaan yang tak tergoyahkan yang melampaui segala sesuatu yang dunia tawarkan.
Comments